DwiKurniawan
Sekapur Sirih, Sebatang Rokok, Secangkir Kopi...
Jumat, 29 September 2017
Jumat, 17 Oktober 2014
Kisah Heroik di Balik Foto Proklamasi yang Terkenal Ini
Suatu pagi di bulan puasa, 17 Agustus 1945. Frans Sumarto Mendur mendengar kabar dari sumber di Harian Asia Raya bahwa ada peristiwa penting di kediaman Soekarno. Alexius Impurung Mendur, abangnya yang menjabat kepala bagian fotografi kantor berita Jepang Domei, mendengar kabar serupa. Kedua Mendur Bersaudara ini lantas membawa kamera mereka dan mengambil rute terpisah menuju kediaman Soekarno.
Kendati Jepang telah mengaku kalah pada sekutu beberapa hari sebelumnya, kabar tersebut belum diketahui luas di Indonesia. Radio masih disegel Jepang dan bendera Hinomaru masih berkibar di mana-mana. Patroli tentara Jepang masih berkeliaran dan bersenjata lengkap.
Dengan mengendap-endap, Mendur Bersaudara berhasil merapat ke rumah di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Cikini, Jakarta tatkala jam masih menunjukkan pukul 5 pagi.
Yasser Arafat, Bandara yang Hancur Lebur Sebelum Mendunia
Bandara internasional di Jalur Gaza sudah hancur lebur sebelum sempat membagi kemegahan pada para turis dunia.
Perang menyisakan duka dan kerugian yang tidak ternilai harganya. Selain kemanusiaan, perang juga meninggalkan luka pada dunia arsitektur.
Salah satu bangunan yang harus menjadi korban perang di Jalur Gaza adalah Bandar Udara Internasional Yasser Arafat di Rafah. Nama bandara tersebut memang belum sempat mengemuka.
Seperti dikutip Daily Mail, bandara yang tidak pernah sempat membagi kemegahannya pada turis dunia itu semula dibangun pada 1998, tepatnya pada November 1998. Penduduk di Jalur Gaza berbondong-bondong menyaksikan sejarah dan harapan mereka diwakilkan oleh bandara tersebut.
Cara Instal Aplikasi Android di Desktop Komputer
Halo kawan-kawan semoga dalam keadaan sehat tanpa kurang satu apapun, amin.
Layaknya developer dan user menurut saya wajib kita mengetahui Android Emulator, apa itu android emulator. Emulator berarti bahwa software tersebut dapat dipergunakan untuk mensimulasikan operating system android yang sebenarnya, dengan cara memakai emulator ini kita seolah-olah sedang berhadapan dengan OS android aslinya.
Lalu, apa sajakah android emulator yang bisa kita coba, antara lain :
- Official Android Emulator, (Android SDK – Developers) – [unduh];
- YouWave, Android on Windows PC – [unduh];
- Blue Stacks, run all your favorite mobile apps on PC and MAC – [unduh];
- Genymotion, the fastest Android Emulator for app testing and persentasion – [unduh].
Kita dapat mencoba Android Emulator diatas satu persatu untuk menguji kemampuan dan keringanannya. Jangan menginstall Android Emulator lebih dari satu, karena akan memberatkan kinerja PC Komputer Kita.
Rabu, 15 Oktober 2014
Mitos dan Sejarah di Balik Patung Pancoran
Sosok lelaki berotot kekar dengan tangan terulur ke depan seolah menunjuk ke sebuah arah, akan terlihat jelas setiap orang melintasi jembatan layang di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan.
Berbalut awan putih atau langit senja, sosok setinggi 11 meter itu dengan tiang penyangga menjulang 27 meter tersebut, menjadi pemandangan yang sejenak mengalihkan perhatian dari sesaknya jalanan di kawasan ini. Orang-orang menyebutnya Patung Pancoran.
"Nama aslinya adalah patung Dirgantara," kata Hubertus Sadirin, ahli konservatori dari Balai Konservasi Dinas Pariwisata, Sabtu (6/9). Patung ini dibuat oleh pematung Indonesia, Edhi Sunarso, pada 1964-1965.
Dibangun pada era pemerintahan Presiden Soekarno, papar Sadirin, patung ini dibangun untuk menunjukkan kekuatan, kepemimpinan, dan kemegahan Indonesia di udara, di dirgantara. Bila cermat diamati, lanjut dia, lokasi patung ini berada tepat di depan Markas Besar Angkatan Udara.
Bagaimana Bahasa Inggris Menjadi Bahasa Dominan dalam Sains?
Dua ilmuwan Norwegia memenangkan penghargaan Nobel untuk Fisiologi atau Kedokteran untuk karya mereka yang diterbitkan dalam bahasa Inggris.
Sejarawan sains Michael Gordin, menjelaskan mengapa mereka menulis dalam bahasa Inggris dan bukannya bahasa Norwegia.
Dewasa ini, jika seorang ilmuwan akan menciptakan istilah baru, besar kemungkinan ilmuwan tersebut akan menggunakan bahasa Inggris. Selain itu, jika ilmuwan akan menerbitkan penemuan baru, umumnya pun dalam bahasa Inggris. Dulu keadaan tidak seperti ini.
"Jika pada tahun 1900 seseorang mengatakan kepada Anda, 'Coba tebak bahasa apa yang akan menjadi bahasa universal sains pada tahun 2000', Anda akan pertama-tama tertawa pada mereka. Sebab jelas tidak ada satu bahasa dominan dalam sains, namun sebuah bahasa yang merupakan campuran antara Prancis, Jerman dan Inggris adalah jawaban yang tepat," kata profesor sejarah modern dan kontemporer dari universitas Princeton Michael Gordin.
Gordin akan segera menerbitkan buku, Scientific Babel, yang mengulas sejarah bahasa dan ilmu pengetahuan. Dia berpendapat, bahasa Inggris bukan merupakan bahasa yang umum digunakan pada tahun 1900.
Saat itu, bahasa yang lazim digunakan dalam keilmuan adalah bahasa Jerman. Lantas, bagaimana bahasa Inggris menjadi bahasa yang dominan dalam sains sehingga bahkan mengalahkan dominasi bahasa Jerman?
Perang dunia pertama
Setelah Perang Dunia Pertama, ilmuwan Belgia, Prancis dan Inggris memboikot ilmuwan dari Jerman dan Austria. Mereka tidak diperbolehkan menghadiri berbagai konferensi dan tidak dapat mempublikasikan karya mereka dalam jurnal Eropa Barat.
"Akibatnya, terdapat dua komunitas sains. Yang satu yang berbahasa Jerman dan satu komunitas di Eropa Barat berbahasa Inggris dan Prancis," jelas Gordin. Dampak lain dari Perang Dunia Pertama terjadi di Amerika Serikat. Tahun 1917 ketika Amerika Serikat berperang, di negara tersebut terdapat gelombang anti-Jerman.
"Betapapun, sebagian besar warga di Amerika Serikat masih menguasai Jerman," kata Gordin. Di Ohio, Wisconsin dan Minnesota banyak sekali penduduk berbahasa Jerman. Perang Dunia Pertama mengubah semua itu.
"Bahasa Jerman dianggap sebagai tindakan kriminal di 23 negara. Anda tidak diizinkan untuk berbicara dengan bahasa Jerman di depan umum, Anda tidak diperbolehkan untuk menggunakannya dalam siaran radio dan Anda tidak diizinkan untuk mengajarkannya kepada anak di bawah usia 10," jelas Gordin. Akibatnya banyak ilmuwan yang kurang memahami bahasa-bahasa asing.
Saat itu, menurut Gordin, sains di Amerika Serikat juga mulai mengambil alih dominasi dunia. "Jadi Anda dapat melihat bagaimana sekarang kata-kata tertentu langsung dijadikan bahasa Inggris seperti kata online, transistor dan microchip," tutup Gordin.
(Sumber : www.bbc.co.uk/indonesia | Bahan Baccaan : National Graphic)
Mengenang Peristiwa 30 September
Bagaimana persepsi warga Indonesia terhadap komunisme?
Mahasiswa dengan foto Sukarno yang dijarah dari sebuah toko komunis pada 1965. (Getty Images via BBC Indonesia)
Selama 14 tahun setiap tanggal 30 September, televisi Republik Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Suharto menyiarkan Pemberontakan G30SPKI. Sebuah film bergenre drama semi dokumenter mengenai kegagalan Partai Komunis Indonesia dalam melakoni kudeta.
Film tersebut menggambarkan kalangan komunis sebagai penjahat dan Suharto sebagai penyelamat Indonesia. Gambaran itu mewakili pandangan resmi selama 32 tahun rezim Suharto.
Akan tetapi, sejak Indonesia bertransisi ke demokrasi—yang dimulai dengan tumbangnya Suharto pada Mei 1998—rakyat negara ini telah mempertanyakan sejarah era 1960an. Ahli sejarah, wartawan, pembuat film, aktivis dan bahkan pejabat telah mulai menyusun pandangan alternatif terhadap sejarah versi militer.
Film Pemberontakan yang dibuat pada 1984 didasari pada sejarah yang dituturkan oleh seorang ahli sejarah militer dan dibiayai oleh rezim Suharto. Film itu banyak digunakan sebagai alat propaganda. Menurut Arifin Noer—selaku salah seorang pembuat film itu—adegan-adegan di filmPemberontakan menggambarkan kekerasan dan kerap dibesar-besarkan tapi merefleksikan pandangan sejarah yang diajarkan di buku pelajaran sekolah. Setelah Presiden Suharto lengser pada 1998, sejarah versi militer mulai dipertanyakan.
Pada 2013, rakyat Indonesia bisa mengunduh The Act of Killing, film karya sutradara asal Amerika Serikat, Joshua Oppenheimer. The Act of Killing menyuguhkan pandangan alternatif atas apa yang terjadi selama 1965-1966, periode pembantaian yang disebut Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sebagai pelanggaran hak asasi manusia.
Selain The Act of Killing, ada pula novel berjudul Pulang karya Leila Chudori yang mengangkat kisah keluarga yang diduga komunis. Novel itu dibuat Leila berdasarkan wawancara yang ia lakukan selama enam tahun tentang periode sesudah 30 September 1965.
Di bawah mantan Presiden Suharto, Indonesia memimpin perhimpunan negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) sebagai penentang komunis. Bersamaan dengan masa kepemimpinan Suharto, keberadaan partai-partai komunis dilarang di kawasan Asia Tenggara.
Ironisnya setelah Suharto lengser, negara-negara sosialis terbesar di Asia Timur bergerak menjauhi masa lalu komunis mereka dan mengadopsi model kapitalis untuk pembangunan. Kejatuhan Uni Soviet pada 1991 mengirim pesan kuat ke negara-negara Asia yang telah mengadopsi model pembangunan ekonomi negara sentris.
Jumat, 27 Desember 2013
Kebebasan mengunduh dengan FlashGet
Assalamualaikum Wr. Wb
FlashGet |
- aplikasi ini freeware
- intgrated dengan browser mozilla
- file berbasis torrent bisa diunduh
Wassalamualaikum Wr. Wb
Catatan :
- Setelah selesai proses install software FlashGet, jangan lupa agar aplikasi tersebut terintegrasi dengan mozilla firefox, copy paste url ini : https://addons.mozilla.org/en-US/firefox/addon/flashgot/ di url browser kawan-kawan.
Whatsapp Messenger
Whatsapp Messenger |
Kamis, 11 April 2013
Suicidal Tendecies
Suicidal Tendencies rose to fame with their 1983 self-titled debut album, yang melahirkan single "Institutionalized". Tunggal yang adalah salah satu video logam Crossover pertama yang menerima diputar di MTV substansial. Suicidal Tendencies next release was on their own label "Suicidal Records" di mana mereka menyumbang satu lagu "Look Up ... (The Boys Are Kembali) on the 1985 split "Welcome to Venice." However they did not release a follow-up full length record until 1987, with Join the Army. The album attracted the attention of Epic Records, who signed the band in 1988 and issued their third album, How Will I Laugh Tomorrow When I Can't Even Smile Today, later that year. This was followed by their next two albums, Controlled by Hatred/Feel Like Shit...Déjà Vu and Lights...Camera...Revolution!,